Sebuah cerita di akhir bulan Januari

January, 29

10.00 WIB

Mama sudah bersiap dan tampak rapih, sembari sesekali berjalan mondar-mandir dari ruang tamu ke kamar anak-anak. Di rumah minimalis itu, mama terlihat tampak gusar, sesekali menanyaiku, “Abang kapan pulang?”

Aku, yang sebenarnya merasa tidak nyaman dengan tingkah mama berusaha tenang. “Tunggu sebentar ya ma”.

Ya, suamiku sudah menjanjikan akan mengantar mama ke rumah sakit hari ini. Ketika pagi hari sebelum berangkat kerja, aku berusaha memastikan berapa lama ia akan pergi. Jam berapa akan pulang. Aku sangat berharap ia membawa jawaban tiba di rumah ketika sebelum sholat Jumat atau mungkin jam 1 siang sudah sampai rumah.

Jam berganti dan lantunan ayat Al-Quran dari speaker masjid mulai terdengar. Sesekali aku memeriksa handphone dan mengharapkan jawaban. Tetapi tidak ada. Tak lama, terdengar suara motor datang dan parkir di garasi rumahku, tanteku yang rumahnya tak jauh datang.

Tante dan Mama saling berbincang di kamar anak-anak dan tak sengaja ku dengar suara lirih mama, “Kakak tuh ngerasa gimana ya hati tuh dari pagi, kayak nggan tenang gitu,” sambil mengelus dada.

Ada rasa kecewa dengan suami karena di saat genting seperti ini, ia masih lebih memilih pekerjaannya daripada mengantar mama ke rumah sakit. Tetapi aku tak berucap banyak, hanya diam dan tak tahu berbuat apa. Di satu sisi, aku tahu bahwa suamiku akan ada rasa kesal jika kularang kerja dan di lain sisi aku merasa tidak enak hati dengan mama karena sudah berjanji mengantar ke rumah sakit segera.

Bukan tak ingin aku mengantarnya sendiri ke rumah sakit, tetapi aku masih mempunyai tanggung jawab pada si bayi yang tidak mungkin ku bawa-bawa ke rumah sakit.

13.55 WIB

“Uti, uti bisa nggak ke rumah sakit sekarang? Ke rumah sakit sekarang ya uti,” suara dari handphone mama terdengar. Tepat setelah telpon terputus, mobil suamiku sampai di depan rumah. Tanpa turun dari mobil, mama segera naik dan langsung berangkat ke rumah sakit.

Jarak antara rumahku dengan rumah sakit tujuan sekitar 30-45 menit. Selama perjalanan mereka, aku tak lagi bisa menutupi rasa panikku. Sesekali menghubungi suami dan memintanya segera mengabariku jika sudah sampai ditujuan.

14.48 WIB

“Papah udah ngga ada yang,” pesan itu masuk. Sudah sejak keberangkatan mama ke rumah sakit, aku sama sekali tak meletakkan handphone sedetikpun. Aku sedih dan merasa sangat terpukul. Aku meminta izin suamiku untuk menyusulnya ke rumah sakit. Ia mengizinkan. Aku menghubungi salah seorang karyawan dan memintanya untuk membawakan mobil untukku sekaligus meminta untuk ditemani berangkat ke rumah sakit.

Tak terasa, air mata berurai menetes dipipiki, sembari aku merapikan barang yang sekiranya akan aku bawa ke rumah sakit. Aku menelpon kakakku, yang sedang bertugas di Kalimantan.

“Kak, bisa pulang sekarang? Papah udah ngga ada,” kataku dengan nada setengah getir.

“Innalillahi, yaudah kakak siap-siap dulu ya,” jawabnya.

Tak lama, mobilku datang, “Man, biar saya yang nyetir ya,” pintaku.

“Mba, yakin ngga apa-apa?” tanyanya meyakinkan.

“Iya, saya ngga apa-apa kok,” saya mengunci pintu rumah dan meminta anak-anak masuk ke dalam mobil.  

Sekitar pukul 4 sore saya tiba di rumah sakit. Jenazah papah sudah tertutup kain kafan dan hanya menyisakan bagian kepalanya. Kami hanya bisa melihatnya dar belakang pintu kaca. Dua orang petugas pemandi jenazah dengan pakaian protokol kesehatan lengkap mempersilahkan kami untuk mengambil foto almarhum sebelum dikafankan sempurna.

Ada rasa sakit, sedih, marah yang tak terungkap. Aku tak kuasa menangis hanya bisa memasang muka datar tanpa ekspresi. Suamiku sesekali memelukku dan aku juga memeluk mama yang saat itu meskipun terlihat tegar, tetapi aku tahu ada kesedihan yang sangat dalam tak terucapkan.

Bagiku, ini kehilangan yang kedua kalinya. Setelah sebelumnya hampir 10 tahun lalu, papa kandungku juga meninggalkanku ketika aku masih duduk di bangku kuliah. Meskipun rasanya tetap sangat menyakitkan, kali ini aku sudah bisa berpikir lebih baik, bahwa sejati, memang umurnya sudah Allah tetapkan.

Allah telah mencukupkan umurnya, rezekinya dan waktu hidupnya di dunia. Hanya saja yang membuatku sedikit terpukul adalah ketika bathinku sudah mengetahui sebuah firasat, bahwa kepergiannya akan bertepatan dengan tanggal kelahiranku.

Selamat jalan pah, terima kasih sudah menggantikan posisi alm Papa Heru selama 10 tahun terakhir. Terima kasih sudah menjadikanku seorang anak, yang meskipun hanya tiri tetap tidak membedakannya. Terima kasih untuk segala kebaikan papah semoga Allah balaskan surga untuk papah, insya Allah.

Telah meninggal dunia orang tua kami tercinta, Bpk H. Ir Suwarno Soetarahardja, M.Sc. alumni dan pensiunan dosen Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB), mohon dimaafkan segala salah beliau dan didoakan untuk kelapangan kuburnya, Al-Faatihah.

16 komentar pada “Sebuah cerita di akhir bulan Januari”

  1. Innalillahi kak Zeaaa, yg kuat dan tabah yaaa. semoga amal ibadah beliau diterima sepenuhnya di sisi Allahhh. *big hug*!! ❤️

    Suka

  2. Innalillahi kak Zeaaa, yang kuat dan tabah yaaa. semoga amal ibadah beliau diterima sepenuhnya di sisi Allah. *big hug*!!

    Suka

  3. Innalilahi wa inna ilaihi rajiun, turut berdukacita ya Zea atas meninggalnya Papa semoga keluarga diberikan kesabaran dan kekuatan. Almarhum tenang di sisi Nya aamiin…

    Suka

  4. Innalillahi wa inna ilaihi rajiun… semoga amal ibadah beliau diterima oleh Allah SWT dan diberikan tempat terbaik di surga. Untuk Mbak Firenzia dan keluarga semoga diberikan hati yang kuat dan ketabahan…

    Suka

  5. Innalillahi wa inna ilaihi rajiun… semoga amal ibadah beliau diterima oleh Allah SWT dan diberikan tempat terbaik di surga. Untuk Mbak Firenzia dan keluarga semoga diberikan hati yang kuat dan ketabahan…

    Suka

  6. Innalillahi wainailaihi rojiun, turut berduka cita mbak sayang. Insya Allah di tempatkan di Surganya Allah yang paling baik mbak.

    Suka

  7. Innalilahi wa inna ilahi rojiun…semoga Allah SWT mengampuni semua dosa ayahanda, melapangkan kubur beliau dan menerima semua amal ibadah beliau dan menjadikan keluarga semua sabar dan ikhlas dengan berpulangnya beliau..aamiin ya rabbal alamin..🤲🤲🤲

    Suka

  8. Innalillahiwainnailaihi raajiun, yang tabah ya mbak, semoga mbak senantiasa dilimpahkan kesabaran dan kekuatan yang luar biasa

    Suka

  9. Innalillahi wa inna ilaihi rajiun… yang sabar, tabah dan ikhlas ya mb.. semoga amal ibadah almarhum diterima Allah, dilapangkan kuburnya dan masuk surga tanpa hisab.. aamiin 🤲

    Suka

Tinggalkan komentar