
Sesuai dengan namanya, ‘Bayt A-Quran Al-Akbar’ yang kalau diartikan ke dalam bahasa Indonesia adalah Rumah Al-Quran Besar atau Rumah Besar Al-Quran ini akan membuat anda berdecak kagum ketika melihat detail di dalamnya. Semua tulisan Al-Quran yang tertulis diatas kayu lebar itu adalah karya ukir. Subhaanallah.
Palembang ini memang terkenal dengan ukiran kayunya. Jangan salah ya teman-teman bukan hanya Jepara pusat ukir dinegara kita. Palembang juga merupakan daerah penghasil ukiran kayu.
Sudah terbayangkan untuk mengukir 1 halaman Al-Quran pada 1 papan kayu sulitnya seperti apa dan ini sudah ada berpuluh-puluh papan yang sudah terpasang dan semuaya ukiran. Sayang saat saya berkunjung kesana, hanya dibuka hingga lantai 3 saya.
Oh ya, masuk ke wisata religi disini hanya dikenakan biaya masuk Rp 5.000,- per orang. Tetapi, mereka mewajibkan pengunjung untuk berbusana sopan dan tertutup.
Tenang, bagi para pengunjung yang tidak membawa kerudung atau bercelanakan pendek, mereka memberi pinjaman kerudung gratis dan juga sarung di pintu masuknya. Bayt Al-Quran ini berdiri di seberang sebuah pesantren di kawasan Gandus.
Tak sampai 1 jam kunjungan kami ke Bayt Al-Quran ini, kami pun diantarkan kembali menuju hotel karena waktu sudah menunjukkan pukul 15.30 kala itu.

Jembatan Ampera di malam hari
Hari pertama saya di Palembang ditutup dengan berkeliling kawasan Jembatan Ampera. Setelah 10 tahun kembali lagi kesini sepertinya saya tidak melihat banyak perubahan yang signifikan kecuali food court yang ada dipinggir jembatan Ampera.
Seingat saya, 10 tahun lalu food court itu belum ada. Mungkin bukan 100% food court karena saya tidak tahu, dilantai atas bangunan itu terisi restoran juga atau tempat belanja lainnya. Kalau tidak salah namanya ‘Ampera Convention Center‘.
Saya duduk di salah satu restoran yang ada dan mengambil tempat duduk dipaling pinggir dekat pagar yang tidak berbatasan langsung dengan sungai Musi. Tak henti saya menatapi jembatan Ampera di malam hari dengan penerangan yang didominasi warna merah.
Ya, baru kali ini saya melihat jembatan Ampera di malam hari. Sepuluh tahun yang lalu saya berkunjung ke jembatan Ampera disekitar pukul 8 pagi. Karena memang, alm. Papa saya sengaja membuat rute memutar dan melewati jembatan Ampera agar perjalanan lintas Sumatra kami tidak membosankan.
Setelah berswafoto dengan latar belakang, kami mengunjungi museum yang terletak disamping jembatan Ampera. Saat itu, saya lihat banyak perahu yang melintas di sungai musi dan saya berkata pada alm. Papa saya bahwa saya ingin menaiki perahu itu.
Tetapi saat itu alm. Papa menolak dengan alasan keamanan.
Kami menikmati makan malam dengan pemandangan Jembatan Ampera di malam hari.
Setelah menyelesaikan makan malam, kami berjalan menyusuri pinggir sungai musi hingga sampai di patung ikan. Banyak pedagang makanan dan mainan disana. Kami berswafoto dengan patung ikan dan latar belakang sungai musi. Malam itu kami berenam. Saya dan suami, serta teman suami saya yang membawa serta istri dan kedua anaknya.
Di depan patung ikan itu terdapat benteng yang terkenal di Palembang, yaitu Benteng Kuto Besak.
Benteng Kuto Besak ini diawal pembangunannya merupakan pusat Kesultanan Palembang yang dibangun dan diprakarsai oleh aultab Mahmud Badaruddin I dan kini menjadi lokasi TNI yang dijaga ketat di pintu masuknya.
Saya sendiri belum banyak tahu tentang sejarah Benteng Kuto Besak ini. Semoga dilain kesempatan saya bisa berkunjung kembali ke Tanah Sriwijaya dan bisa mengulik lebih dalam sejarah-sejarah yang ada disini termasuk Benteng Kuto Besak ini.