Finally, i’m back… Seneng rasanya bisa buka laman situs ini lagi, hahaha..
9 hari paska melahirkan, akhirnya bisa menyempatkan diri lagi untuk menulis. Selama masa kehamilan yang ketiga kemarin sebenarnya ada beberapa hal dan perjalanan yang ingin direalisasikan dalam tulisan tapi kenyataannya kehamilan ketiga kemarin cukup berat. Bukan berat menjalan kehamilannya tetapi aktifitasnya yang benar-benar menghabiskan banyak waktu saya sebagai ibu rumah tangga alias irt. Kehamilan bukan hal yang mudah dijalani dengan dua anak yang masih butuh extra perhatian. Anak pertama saya yang belum genap berusia 6 tahun dan yang kedua masih di usia 4 tahun,
Dan ternyata… Tulisan ini tak kunjung usai juga sampai bayi saya berumur 43 hari π.
Akhirnya, saya punya sedikit waktu untuk merampungkan tulisan ini.
Pengalaman kehamilan anak pertama, kedua dan ketiga semua berbeda. Kehamilan pertama yang tak suka bau masakan, mual muntah hebat hingga banyaknya air liur yang keluar. Oh ya, di kehamilan pertama ini saya hampir setiap hari minumnya teh botol dingin, karena setiap minum air putih itu tidaj tahan dengan rasa mualnya. Dan sekarang anak saya itu suka sekali dengan hal yang berbau ‘teh’. Kehamilan kedua saya rasakan hampir tanpa keluhan yang berat, hanya beberapa kali merasa mual ingin muntah tetapi tidak sampai pernah muntah. Bisa masak seperti biasa dan santai. Nah, kehamilan anak ketiga ini hampir mirip yang pertama tetapi dengan tambahan ‘rasa malas’ alias sukanya tidur terus. Sebelum virus corona menyebar, setiap anak-anak sudah berangkat sekolah diantar suami, maka saya akan kembali tidur hingga 30 menit sebelum jam keluar kelas anak-anak. Dan akan berlanjut tidurnya ketika anak-anak sudah dijemput. Kebo bener ya.. πππ
Kembali ke materi dengan judul SC atau istilah lazim yang sering kita dengar adalah ‘sesar’. Kehamilan ketiga ini adalah kehamilan sesar saya yang kedua. Benar adanya, kalau sudah mengalami satu kali operasi sesar dan ingin melahirkan normal untuk yang berikutnya kita harus benar-benar mencari dokter yang support dengan persalinan VBAC atau kepanjangannya Vaginal Birth After Caesarian alias lahiran normal paska sesar.
Sejujurnya, saya sudah mendapatkan dokter kandungan yang mendukung saya untuk bisa melakukan proses VBAC tetapi entah kenapa saya malah memilih untuk melahirkan kembali dengan dokter kandungan saya yang sudah menangani persalinan anak pertama dan kedua saya. Yap, dokter kandungan saya di persalinan anak pertama hingga ketiga adalah dokter yang sama. Dan sepertinya kalau menurut pandangan saya, dokter ini ga support dengan VBAC meskipun tak melarang untuk bisa VBAC. Hanya saja dari cara penanganan saya pribadi, beliau lebih memilih untuk operasi sesar lagi ketimbang harus menangani persalinan normal. Terlebih, beliau selalu menggaungkan kemungkinan-kemungkinan buruk saat melahirkan normal bagi ibu paska operasi sesar.
Sebulan sebelum penentuan tanggal lahiran saya sudah menyiapkan segala macam keperluan persalinan dengan kemungkinan terburuk yaitu harus operasi sesar lagi. Tetapi ternyata, persiapan saya tetap kurang karena saya menyiapkan beberapa keperluan yang dipakai mengikuti persiapan saat melahirkan anak kedua. Termasuk salah satu adalah ‘kainnya harus bawa dua’.
Pengalaman pertama saya melahirkan melalui operasi sesar pada anak kedua saya di tahun 2016. Ini merupakan operasi pertama bagi saya. Saat itu, saya melahirkan di salah satu rumah sakit swasta yang notabenenya rumah sakit bagus, yaitu Rumah Sakit Mitra Keluarga Margonda, Depok.
Saat hendak operasi, saya ingat suami saya diharuskan melakukan pelunasan pembayaran tindakan operasi sebesar kurang lebih 16 juta rupiah untuk kamar kelas 2 dengan 3 tempat tidur dalam 1 kamar. Saat itu RS Mitra Keluarga tidak menerima pasien BPJS (kurang tahu kalau sekarang sudah menerima BPJS atau belum). Dari ruang persalinan, saya dipersiapkan menggunakan baju pasien operasi dan tidak diminta barang-barang lainnya lagi. Setelah itu, saya dibawa menuju ruang operasi.
Pembersihan pertama paska operasi dilakukan sangat profesional oleh dua orang suster di atas kasur. Pembersihannya bisa dibilang hampir seperti mandi setengah badan dan sepertinya benar-benar sampai bersih. Setiap hari dokter kandungan tetap visit pasien.
Karena di kelas 2 terdapat 3 tempat tidur, jadi tempat untuk menunggu pasien cukup kecil. Karena saya merasa kasihan dengan suami yang menunggu saat itu, saya minta beliau untuk bertanya ke bagian administrasi, bagaimana kalau kita pindah kamar jadi kelas 1. Saat itu, saya berpikir akan ada biaya penambahan hanya di kamar saja karena proses operasi sudah selesai. Saat itu juga, suami keluar untuk menanyakan perihal pindah kamar. Setelah menunggu agak lama, suami pun datang dengan membawa beberapa lembar kertas. Ternyata kertas itu berisikan pengajuan pindah kamar dari kelas 2 menjadi kelas 1 dan ternyata bukan hanya biaya kamar yang bertambah, tetapi biaya operasinya pun bertambah meskipun operasinya sudah selesai.
Biaya operasi sesar di kelas 2 sekitar 16 juta (tahun 2016) dan jika ingin upgrade kamar kelas 1 kita harus menandatangani form untuk kenaikan biaya operasinya. Biaya operasi untuk kelas 1 sekitar 20 juta (tahun 2016) yang berarti kita harus menambah ekstra biaya sebesar 4 juta sedangkan operasi sudah selesai. Saya berpikir rasanya sayang sekali menambahkan 4 juta sedangkan operasinya sudah berjalan. Jadi kami mengurungkan niat pindah kelas.
Total biaya melahirkan di RS Mitra Keluarga tahun 2016 di kelas 2 kurang lebih sebesar 24 juta rupiah. Include di dalamnya biaya perawatan/kamar bayi sebesar 3,5 juta rupiah.
Bulan Juli 2020 kemarin, saya melahirkan anak ke-3 di RS Bhayangkara Brimob Depok. Kenapa di RS Brimob? Apa suami saya polisi? Bukan, suami saya bukan polisi dan kenapa di RS Brimob karena memang dokter kandungan saya ini seorang polisi. Yap, dokter ini yang menangani ketiga persalinan anak saya. Anak pertama saya pun lahir di RS Bhayangkara Brimob ini.
Kenapa pilih RS Bhayangkara Brimob? Karena RS ini RS pemerintah, mudah mengajukan rujukan BPJS (waktu zaman anak pertama saya, RS rujukan BPJS ditentukan dari klinik atau faskes pertama, tidak mencangkup seluruh rumah sakit. Tetapi mereka akan men-support jika tujuannya RS pemerintah.)
Kedua, dokter kandungan saya hanya praktek sebagai SpOG di RS Brimob ini dan hanya berjadwal di hari Sabtu. Dari hari Senin sampai dengan Rabu, beliau praktek sebagai spesialis kanker di rumah sakit polri kramat djati.
Ketika akan melakukan tindakan operasi, saya ditanyakan ‘bawa kain ga bu?’. Jujur saja saya ga bawa kain lain selain kain sarung. Kenapa? Karena saat tindakan operasi di RS Mitra Keluarga itu tidak ditanyakan sebelum operasi. Karena jarak RS Brimob dengan rumah saya tidak terlalu dekat, akhirnya suami berinisiatif menggunting kain sarung yang sudah saya siapkan di koper.
Paska operasi, saya kembali ditanyakan, ‘popok sekali pakai untuk dewasa’ sebanyak 2 buah, dan lagi saya tidak menyiapkan karena kembali ke pengalaman operasi di kelahiran anak kedua saya hanya menggunakan pembalut khusus untuk melahirkan. Pembersihan atau penggantian popok sekali pakai pun hanya dilakukan dengan cara dilap sedikit tetapi tetap menggunakan sabun.
Selama 3 hari berada di RS Brimob, tidak ada visit dokter. Entah karena sedang dalam pandemi virus corona atau memang seperti itu sekarang. Pengalaman di anak pertama dulu, tetap ada visit dokter. Perizinan pulang pun diberikan oleh suster jaga bukan dokter.
Biaya kelahiran anak ke-3 saya di RS Bhayangkara Brimob bulan Juni 2020 adalah Rp 0,- alias gratis. Untuk BPJS bayi pun sudah diurus sehingga tidak ada biaya tambahan untuk bayi.