Pesona Tanjung Lesung : 1 bulan sebelum dan 3 bulan sesudah tragedi Tsunami Banten (Part 1)

Pantai Tanjung Lesung mulai banyak dikenal oleh banyak orang paska tragedi Tsunami Banten yang terjadi dibulan Desember 2018 dan bertepatan dengan hari ibu atau tanggal 22 Desember. Bagaimana tidak dikenal, Tsunami yang terjadi pada saat itu benar-benar diluar dugaan, tanpa ada tanda-tanda alam yang terjadi sebelumnya, hanya gempa kecil yang tak lama kemudian disusul oleh kejadian Tsunami yang berdampak hingga ke pantai Anyer yang berjaak kurang lebih 70 km atau sekitar 1,5 jam waktu tempuh dengan mobil dari Pantai Tanjung Lesung. Ada satu cerita tersendiri untuk saya dan dua orang sahabat saya sehingga bagi saya tak mudah melupakan kejadian Tsunami ini sekalipun kami sebenarnya tidak berada dilokasi kejadian pada saat Tsunami itu terjadi.

Pada akhir bulan September tahun 2018 saya dan dua orang sahabat saya merencanakan liburan akhir tahun dengan berlibur bersama keluarga ke pantai anyer. Saat itu bulan yang kami pilih adalah bulan Desember diantara tanggal 22 sampai dengan 25 dengan asumsi libur akhir pekan dan hari natal atau long weekend. Karena salah seorang sahabat saya ini berasal dari Sidoarjo yang sudah beberapa tahun tinggal di Jepang dan libur tahun baru 2019 kemarin orang tuanya meminta mereka untuk pulang ke Sidoarjo dengan alasan ingin bertemu dengan cucunya. Diskusi alot dalam pemilihan tanggal membuat rencana liburan akhir tahun kami terancam gagal karena ketika akhirnya liburan harus dimajukan dibulan November, saya memiliki kendala juga yaitu resepsi pernikahan adik ipar yang akan berlangsung pada tanggal 20 November. Tetapi suami saya meyakinkan bahwa kita tidak akan terlalu banyak berperan karena memang adik ipar saya laki-laki dan semua acara sudah dihandle oleh pihak perempuan.

Akhirnya kami memutuskan untuk berlibur ke pantai anyer pada hari Sabtu tanggal 17 November dengan alasan tanggal 20 di hari Selasa adalah tanggal merah kalender. Kalaupun harus izin kantor hanya satu hari, yaitu dihari Senin. Meskipun sebenarnya agak terlalu mepet dengan jadwal acara besar keluarga. Setelah meyakinkan ibu mertua, kakak dan adik ipar bahwa tidak akan ada pengajian dari pihak laki-laki maka saya merasa sedikit tenang karena tidak perlu membantu untuk persiapan acara pengajian.

Liburan pun terjadwalkan, saya mewakilkan dua orang sahabat saya menentukan villa yang akan kami tempati selama satu malam menginap di pantai anyer. Mereka mengandalkan saya karena notabenenya saya ini dulunya ‘tukang jalan’. bukan hal baru untuk menginap di Vila kawasana pantai anyer. Kami memilih menginap disalah satu Villa bertingkat atau condominium di daerah anyer dengan alasan sekitar 2-3 tahun sebelumnya saya sudah punya pengalaman menginap di condominium ini. Kami memesan condominium dengan 3 kmar tidur karena kami pergi berlibur dengan 3 keluarga. Alasan kami memilih villa sebagai tempat menginap adalah karena menginap di villa bisa sedikit lebih bebas daripada menginap di hotel dan juga bisa puas memasak sendiri untuk makannya.

img-20191031-wa0000-013335494364399326730.jpeg

Kebiasaan liburan dalam keluarga suami saya adalah berlibur menyewa satu villa dan membawa perlengkapan masak serta bahan makanan sendiri dari rumah dan semenjak menikah saya pun jadi terbiasa dengan kebiasaan liburan seperti itu. Karena tidak hanya menikmati jalan dan makan bersama tetapi juga menikmati masak bersama keluarga besar terkadang juga berbelanja bahan mentah bersama-sama.

Kami berangkat menuju pantai anyer jam 8 pagi dan sampai di condominium sekitar jam 2 siang dengan beberapa kali perhentian untuk menunaikan sholat dan juga makan. Setelah melepas penat dan memuat semua barang bawaan ke dalam villa, anak-anak segera mengajak berganti pakaian untuk bermain pasir. Suara deburan ombak yang terdengar dari jendela villa kami di lantai dua rasanya sudah sangat menggoda telinga, aroma segar angin laut sudah terhirup sejak kami turun dari mobil. Rasanya ingin segera membasahi kaki dengan air laut yang saling berkejaran ke tepi pantai.

img-20191031-wa0018-012385339629925317601.jpeg

Meskipun hanya menginap satu malam di pantai anyer tetapi liburan kami cukup berkesan. Karena memang ini adalah liburan pertama kita menginap bersama setelah sebelumnya pertemuan kami hanya dinikmati dengan jalan-jalan bersama ke tempat wisata, seperti ke Taman Mini dan Taman Bunga Nusantara di Cipanas, Cianjur. Persahabatan kami ini dimulai dari sebuah hubungan status yang kandas ditengah jalan, hihihi..

Pada akhir semester kuliah, saya berkenalan dengan seorang laki-laki melalui daring media sosial yang tinggal di negeri Sakura untuk menuntut ilmu. Dia baik, ramah dan satu almamater dengan saya. Kami sering berkomunikasi intens melalui inbox facebook sehingga pada akhirnya kami memiliki ikatan status, teman spesial. Dan untuk kesekian kalinya saya menjalani hubungan LDR. Tetapi dia satu-satunya teman LDR terjauh karena tinggal beda negara. Suka duka dalam menjalani hubungan LDR kami rasakan termasuk salah satunya harus menjalani perbedaan waktu yang sebenarnya tidak terlalu lama. Jika tidak salah ingat perbedaan waktu kami sekitar 2 jam lebih cepat di Jepang daripada di Jakarta. Hampir setiap hari kami lalui dengan video call melalui aplikasi skype dan chatting melalui yahoo messanger karena saat itu ponsel android belum banyak beredar dan saat itu saya masih menggunakan ponsel blackberry dan dia menggunakan iphone sehingga kami tidak bisa terkoneksi dengan BBM pada saat itu.

Saya ingat pada suatu hari dia menceritakan seorang perempuan bernama Raina (samaran), kakak kelas adiknya yang bersekolah di sebuah pesantren tak jauh dari pesantren almamater kami. Yang menurut cerita versinya, adiknya ingin sekali dia bisa berkenalan lebih dekat dengan Raina ini.

Kemudian banyak pertanyaan saya yang keluar sehingga saat itu dia menjawab, “Kalau andaikan hubungan kita harus berakhir pun, saya tidak akan pernah jadian dengan Raina.”

Entah kenapa rasanya kata-kata itu masih saja terasa terdengar ditelinga saya. Dia pun menyampaikan satu perkataan yang diungkapkan oleh Raina padanya, “Raina bilang kalau kamu ngga cocok sama saya,” ungkapnya saat itu.

Dengan sedikit rasa cemburu, saat itu saya memintanya untuk tidak lagi menjawab pesan atau apapun yang dikirim Raina padanya. Dia pun menjawab, “Ngga kok, kalaupun dijawab ngga langsung juga balesnya, udah berapa lama baru dibales.”

Ketika pada akhirnya hubungan kami harus selesai ditengah jalan karena beberapa persoalan termasuk salah satunya, saya ingin segera menikah tetapi dia tidak menyanggupi. Dia memiliki rencana yang rapi dalam menjalani masa depannya termasuk untuk penyelesaian studinya di Jepang, serta karir masa depannya selama beberapa tahun ke depan. Dia menceritakan semua rencana perjalanan hidupnya di Jepang untuk beberapa tahun ke depan serta alasan mengapa dia masih inging tinggal di Jepang dalam kurun waktu yang belum bisa ditentukan. “Suatu saat pasti pulang ke Indonesia, cuma belum tau kapan,” ucapnya setelah menceritakan semua rencana masa depannya.

Satu hal yang saya ingat dan berkesan darinya adalah kelembutan serta kesabarannya.

Lama tak bersua dan tak ada kabar, karena semenjak hubungan kami berakhir dia semakin jarang aktif di daring media sosialnya dan saya pun sudah mulai melupakannya karena banyak faktor termasuk salah satunya kesibukan kuliah saya ditambah lagi pekerjaan parttime yang sangat menyita waktu serta adanya orang lain yang sudah menemani saya saat itu. Hingga pada suatu hari saya kembali melihat aktivitasnya di-twitter dan kembali saya sapa setelah sekian lama kami sama-sama menghilang dari peredaran kehidupan ‘mantan’. Saat itu saya melihat dia akhirnya menikah dan memiliki seorang anak. Seperti tulisan saya sebelumnya dia menikah tetapi tidak dengan Raina, ya dia menepati ucapannya, dan istrinya pun tinggal di Jepang seperti yang pernah dia ucapkan pada saya, untuk beberapa tahun ke depan dia ingin tinggal di Jepang dan jika menikah akan membawa serta istrinya kesana. Mungkin memang bukan rezeki saya berjodoh dengan dia dan tinggal di Jepang tetapi pada akhirnya saya memberanikan diri untuk memberi ucapan selamat untuk pernikahan serta kelahiran anaknya meskipun sudah sangat terlambat. Tetapi seperti kata patah, “Better late than never”.

Semenjak itu saya mengikuti aktivitas istrinya, Tania (nama samaran) melalui instagram, karena menurut saya lebih baik berteman dengan istrinya daripada saya tetap menjalin komunikasi dengan dia tanpa melibatkan istrinya. Semenjak hubungan kami berakhir, hubungan saya dengan Raina awalnya hanya sebatas teman yang sekedar tahu di facebook. Lalu kemudian dia menjadi konsumen saya karena saat itu saya sempat menjalani profesi bakulan online. Semenjak saat itu juga saya dan Raina sering berkomunikasi intens ditambah berkenalan dengan istri dari ‘mantan’ saya ini sehingga awal pertemanan kami memang benar-benar dimulai dari daring media sosial.

Sebelum bulan Ramadhan ahun 2018, Raina mengabari saya bahwasanya Tania sudah pulang ke Indonesia dan tinggal di Bekasi. Beberapa bulan sebelum kepulangan Tania dan keluarganya, saya sempat secara tak sengaja melihat status Dia sedang berada di daerah Depok. Sempat sedikit terkejut karena ternyata dia pulang ke Indonesia dan berdomisili dekat dengan saya. Dalam hati saya membatin, ‘Apa iya dia lupa kalau saya ini tinggal di Depok?’ Tetapi saya tahan semua pertanyaan itu dan melarutkannya sendiri dalam pemikiran saya.

“Ze, kita bukber yuk sama Tania sekalian jalan-jalan,” pinta Raina melalui aplikasi whatsapp.

“Boleh, dimana?” balasku segera.

“Enaknya dimana ya, yang tengah-tengah?” rumah Raina ada didekat kantor walikota Jakarta Timur sedangkan rumah saya di Depok dan Tania tinggal di Bekasi yang berdampingan dengan Depok — Cibubur.

“Taman mini mungkin yah, kan sekalian bisa ngabuburit nunggu buka,” saran saya saat itu.

“Oh iya, boleh deh Ze,” Raina menyanggupi dan ia memberitahu Raina perihal acara jalan-jalan dan bukber sebagai pertemuan pertama kami di dunia nyata. Dan rasanya campur aduk sekali didalam hati saya, karena untuk pertama kalinya setelah menikah akhirnya saya bertemu lagi dengan mantan. Pertemuan yang memang disengaja.

*****

Setelah melewatkan bermalam di kondominium dipinggir pantai anyer, sudah waktunya bagi kami berkemas untuk kembali pulang ke rumah. Tetapi tidak dengan saya dan keluarga, karena kami akan melanjutkan perjalanan menuju Rangkas untuk berkunjung ke salah satu proyek yang akan dikerjakan oleh suami. Sebelum benar-benar pulang kami sempat merencanakan perjalanan menuju Pantai Tanjung Lesung, ide ini dicetus tiba-tiba oleh suami saya. Kami mengajak serta Raina dan Tania tetapi mereka tidak menyanggupi sehingga pada akhirnya kami memutuskan untuk tetap berkunjung ke pantai Tanjung Lesung sebelum menuju Rangkas.

Perjalanan saat itu memakan waktu sekitar 1 jam lebih 40 menit tanpa pemberhentian. Untuk sampai ke dalam pantai Tanjung Lesung kami memasuki kawasan yang terlihat seperti masuk ke area perumahan. Ada gerbang dengan dua portal dan satu pos satpam ditengah-tengah portal serta tulisan yang berbunyi “Tanjung Lesung” dengan ikon bunga berwarna merah diatas tulisannya. Awalnya kami ragu karena kurang yakin, ‘masa masuk pantainya kayak masuk perumahan’. Tetapi akhirnya kami bertanya kepada salah seorang satpam yang berjaga dan mereka memberi tahu kami jalan menuju pantai Tanjung Lesung.

Tanjung Lesung-1

“Bundaran kedua belok kanan pak,” ucap satpam tersebut sembari memperagakan arah belok kanan dengan salah satu tangannya.

“Baik pak, terima kasih,” jawab suami saya dengan sedikit mengangkat tangan kanannya.

Kami melihat jalan kecil yang cukup dilalui dua mobil disebelah kanan dengan beberapa bangunan rumah yang tampak seperti perumahan yang sedang dalam prses pembangunan. Tetapi kami tidak melihat bundaran permanen pada pertigaan pertama. Sehingga kami menjadi sedikit ragu tetapi tetap melanjutkan berjalan ke depan sampai kami menemukan pertigaan berikutnya dengan papan jalan yang terbuat dari kayu dan dibuat dengan atap daun kelapa kering berbunyi. “Tanjung Lesung Beach Club Water Sport Seafood Restaurant Camping Ground.” 

Kami tetap melanjutkan berjalan lurus karena kami menganggap bundaran yang kami lihat dipertigaan kedua adalah bundaran pertama. Ternyata jalan itu berunjuk pada sebuah hotel yang cukup besar. Karena menurut kami tidak memungkinkan akses masuk menuju pantai melalui hotel maka kami kembali berputar arah dan menuju ke pertigaan kedua dimana kami melihat papan berbunyi ‘Tanjung Lesung Beach Club’ tadi.

Tanjung Lesung-2

Tak jauh dari pertigaan ada sebuah pos kecil yang ramai dengan banyak pemuda, sebelum masuk ke dalam parkiran, tertulis di papan portal ‘Tiket Masuk Rp 60.000/orang’. Karena dua anak kami masih bisa tergolong anak-anak maka kami hanya membayar untuk dua tiket dengan satu mobil sejumlah Rp 150.000,-. Kami membayar kepada salah seorang pemuda yang berada di dalam pos tetapi kami tidak mendapat sobekan tiket masuk.

Lahan parkir di pantai Tanjung Lesung berada dipinggir pantai dengan pinggiran yang sudah ditanggul sedikit lebih tinggi dari lahan parkirnya. Dari lahan parkir itu kita bisa melihat bagian belakang hotel Tanjung Lesung Beach yang berupa hotel container dengan cat berwarna merah. Ketika mobil kami sudah terparkir, Akmal, anak pertama saya terbangun dari tidurnya dan dengan sangat antusias dia segera berdiri melihat laut yang terhampar luas didepan kaca mobil kami. Mobil kami terparkir menghadap ke arah laut biru yang senada dengan warna langit yang cerah.

“Aku mau tidur dulu,” suami saya berujar sambil menurunkan sandaran jok mobil ke belakang.

“Oh, ya udah, aku masuk duluan ya sama Akmal,” lalu saya turun bersama Akmal dan berjalan menuju jalan setapak yang berada dibelakang pagar besi kecil yang mungkin hanya berfungsi sebagai pembatas. 

Saya menuntun Akmal dan melihat pantai pertama kali dengan tulisan Tanjung Lesung yang terbuat dari kain yang terbelah pada setiap hurufnya dan menggantung pada sebuah kayu besar. Kain-kain itu bergoyang mengikuti hembusan angin pantai sore dan mendapati banana boat serta speed boat terparkir dipinggirnya. Ya, pantainya curam, ada tangga menuju laut untuk akses menaiki banana boat dan speed boat.  Tak jauh dari pantai yang curam ada sedikit pantai berpasir putih halus yang bisa dipakai untuk berenang.  

Tanjung Lesung 3

Agak sedikit jauh dari pinggir pantai. Ditengah pantai ada balon panjang mengapung berwarna merah kuning dan putih. Berulang kali Akmal mengajak saya menuju balon besar yang mengapung itu, tetapi saya tolak. Karena waktu sudah menunjukkan pukul 4 sore lebih dan beberapa pengunjung banyak yang sudah kembali ke pantai. hanya beberapa orang yang masih asyik berendam di pantai.

Tanjung Lesung-5

“Nanti, kalau kita kesini lagi nanti kita dari pagi ya biar bisa berenang yang lama, insya Allah,” ujar saya kala itu. Siapa yang tidak tertaik melihat beningnya air laut yang ditawarkan oleh pantai Tanjung Lesung. 

Pertimbangan lainnya adalah kamar mandi umumnya yang kurang bersih membuat saya enggan untuk kembali lagi ke kamar mandi jika harus berendam saat itu. Pertama kali sampai di pantai, kami memang mampir ke toilet umum sebentar dan mendapati toilet umum yang kurang bersih dan kurang terawat.

Saya mengajak Akmal berkeliling ke lokasi wisata sekitar pantai, ada hutan mini dan lapangan berumput luas dengan papan kayu putih dengan tulisan berbunyi, “Tanjung Lesung Beach Club,” dengan warna merah.Tak jauh dari tulisan itu, ada sebuah patung badak bercula satu yang dikenal sabagai ikon hewan Ujung kulon yang jaraknya tidak terlalu jauh dari Tanjung Lesung. Ya, Tanjung Lesung mempunyai tagline yang berbunyi, “Gerbang menuju Krakatau dan Ujung Kulon”.

Tanjung Lesung-4

Selesai berkeliling, tidak ke semua tempat kami kembali ke pantai karena Akmal terus saja merengek meminta bermain pasir. Saat kami kembali, Kamila, anak kedua saya sedang berjalan dari arah parkiran mobil dengan papanya.

Saya tak berhenti berdecak kagum dengan pemandangan yang ada di depan mata saya, indah sekali. Subhanallah, Maha Suci Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dengan sangat sempurna. 

Berjarak sedikit jauh dari tempat bermain pasir ada sebuah jembatan setengah jadi yang tampaknya suatu saat jembatan itu akan dilanjutkan pembangunannya.

Tanjung Lesung-6



2 komentar pada “Pesona Tanjung Lesung : 1 bulan sebelum dan 3 bulan sesudah tragedi Tsunami Banten (Part 1)”

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s