Ketika hidup pada akhirnya menjadikan kita dewasa…

Hidup itu random, ngga jelas dan ngga pasti, setuju?? Mungkin sebagian akan jawab ‘Setuju’ dan mungkin sebagian lagi akan menjawab ‘Ngga juga sih’. Yah, namanya juga manusia yang terlahir dengan satu otak dalam setiap satu kepala kalau berbeda, wajar. Kalau ngga sepemikiran, wajar juga. Itulah kenapa kita juga sering dengar dengan istilah ‘Musyawarah mencapai mufakat’. Karena setiap orang ingin didengar pendapatnya, hampir semua manusia ingin idenya diterima, apalagi jika idenya benar-benar digunakan. Sudah sangat lumrah kalau manusia itu ingin dipuji. Meskipun hanya samar. Terkadang sedikit sanjungan kepada orang lain itu bisa mengukir sebuah senyuman.

Menurut saya, hidup itu unik. Kenapa??

Karena memang masa depan itu misteri, hari esok termasuk salah satu ‘masa depan’ yang paling dekat dengan realita. Kenyataannya kita pun tidak pernah tahu kan, seperti apa hari esok akan berjalan. Sebagus apapun planning atau rencana yang kita buat pada malam hari sebelum tidur jika Tuhan berkehendak lain, lalu kita bisa apa??

Banyak yang bilang, semakin bertambah usia seseorang biasanya akan menjadi dewasa. Tunggu, kenapa harus saya bold kata biasanya, karena memang biasanya itu tidak menunjukkan 100% manusia yang bertambah umur akan menjadi semakin dewasa. Hari ini, saya berusia 28 tahun 6 bulan kurang tiga hari, itu berarti saya sudah punya lebih dari satu dekade pengalaman hidup. Satu dekade pengalaman ketika saya masa anak-anak dan beranjak dewasa, satu dekade kemudian disaat saya dalam masa transisi dari seorang remaja menjadi seorang yang lebih matang secara umur dan sebentar lagi saya akan menempuh satu dekade ketiga menjadi seorang perempuan yang mungkin belum cukup dewasa tetapi hampir semakin matang dalam berpikir dewasa. Berpikir dewasa itu tidak sama dengan bertindak atau bertingkah dewasa. Terkadang, meskipun pemikiran kita sudah dewasa, ada kendala tertentu yang membuat kita merubah sedikit perilaku kita, misal ingin mendapatkan perhatian lebih atau hal lainnya yang bisa menjadi faktor kenapa manusia itu bisa bertingkah seperti itu.

Saya bukan orang yang sempurna, terlahir dari keluarga yang tidak utuh dan hidup dalam bayang-bayang orang yang mungkin tak menginginkan kehadiran saya sepenuhnya dan selamanya. Terlahir sebagai anak yang sering dibilang ‘abnormal’ atau aneh. Tetapi, hanya sebagian orang yang tahu mereka memanggil saya ‘anak ghorib’ atau dalam bahasa Indonesia bisa diartikan ‘ anak aneh’. Bahkan, kedua orang tua kandung saya sendiri pun tidak pernah tahu tentang sebutan itu. Yang mereka tahu, saya baik-baik saja.

Saya sepakat dengan istilah, hidup itu berat. Hidup itu hanya bisa dijalani dengan orang-orang yang selalu optimis dan semangat. Saya selalu yakin, masa depan yang lebih baik akan berpihak pada saya. Itulah sebabnya saya tetap bertahan hidup dalam situasi dan kondisi apapun yang saya hadapi selama ini. Bertahan ketika, tidak ada satupun orang yang benar-benar ‘berteman’ dengan saya selama 6 tahun saya hidup di pondok. Bertahan ketika, menghadapi perceraian orang tua tanpa ada satupun tempat untuk cerita. Bertahan ketika, banyak cacian dan hinaan yang saya dapati ketika saya hidup dengan keluarga baru. Bertahan ketika, saya salah mengambil jalan hidup sebelum akhirnya saya diselamatkan oleh orang-orang yang akhirnya bisa menerima saya dengan segala kekurangan dan keburukan saya. Bukan berarti saya tidak pernah menyerah dengan keadaan. Saya sering menyerah dengan keadaan tetapi pada akhirnya saya sadar, keadaan itu tidak akan berubah lebih baik jika bukan diri kita sendiri yang merubahnya. Hal paling menyakitkan yang pernah saya dengar adalah, “Gue ngga nyangka abang (suami saya) bisa bertahan sama lo”, dan itu terdengar dari mulut saya teman saya sendiri.

Source : Pinterest

Saya sangat ingat, bagaimana dulu ketika duduk di bangku sekolah dasar, saya selalu di-bully oleh kakak kelas laki-laki hampir setiap hari di dalam mobil jemputan baik secara verbal ataupun fisik.

Saya ingat bagaimana hidup saya sangat menyedihkan ketika bersekolah di pondok pesantren. Mungkin orang akan mengira, pondok itu baik dan orang-orang di dalamnya biasanya baik. Tetapi pada kenyataannya, 6,5 tahun saya hidup di dalam pondok dan selama 5 tahun saya merasakan tak sekalipun saya dibantu oleh mereka yang mengaku ‘teman’ ketika harus mengangkat lemari setiap 6 bulan sekali setiap perpindahan kamar. Sejauh apapun kamar saya, saya mengangkat dan kadang menyeret lemari saya sendirian.

Ketika kuliah, saya terbawa dengan keadaan ‘sendiri itu lebih baik’ sehingga saya memilih untuk tidak berkumpul dengan siapapun terlebih ketika di 6 bulan pertama saya kuliah, lagi-lagi saya mengalami masalah dengan pertemanan yang berujung pada, akhirnya saya dijauhkan oleh mereka. Saya ingat dengan mereka yang semula berteman dengan saya dan entah karena masalah apa saya sudah tidak lagi akrab dengan mereka. Dan masalah itu, berlangsung selama lebih dari setahun saling diam tidak menyapa dan tidak pernah berkelompok dalam tugas kuliah hingga pada akhirnya kami berdamai di tahun ketiga atau tahun terakhir kuliah.

Ada satu masa kuliah dimana teman-teman saya tidak percaya sama sekali kepada saya, ketika saya bilang ‘Sorry gak bisa dateng ngerjain tugas, gue masih di kantor, kerja’. Dan itu terjadi di 6 bulan terakhir masa kuliah, ketika kami ditugaskan untuk membuat sebuah proyek film untuk tugas akhir kuliah sebelum kelulusan atau PKN (Praktek Kerja Nyata). Saya kuliah di jurusan Komunikasi Massa dengan konsentrasi ‘broadcasting’. PKN kami ditugaskan untuk membuat sebuah film pendek dan masing-masing orang ditugaskan menjadi bagian-bagian tertentu. Saya saat itu mendapat tugas menjadi sutradara, sayangnya karena memang saya bekerja full time diakhir masa kuliah, saya jarang sekali hadir tepat waktu dan stay lama dalam pembuatan tugas, sehingga teman-teman satu kelompok saya mengadukan saya ke pihak kampus, saya diturunkan menjadi bagian kreatif dan nilai saya diberi C untuk PKN.

Saat itu, saya bekerja di salah satu televisi swasta nasional dengan tugas sebagai assistant production di salah satu program in house , yaitu program Al-El-Dul (anak-anak Ahmad Dhani-Maya Estianty) di ANTV. Salah seorang teman satu kelompok PKN saya bilang, ‘Kita mantengin credit title acara lo pengen tau bener apa ngga lo kerja’. Menyakitkan bukan?? 🙂

Itu semua adalah permasalahan eksternal yang saya hadapi selama ini diluar rumah. Tetapi hanya saya yang tahu, sampai saat ini saya tidak pernah menceritakan sedikitpun apa yang pernah saya rasakan selama ini termasuk ‘rasa kesendirian’ itu sekalipun kepasangan yang sudah menikahi saya selama 6 tahun ini.

Dan dengan segala permasalahan eksternal yang saya hadapi selama ini bukan berarti saya tidak memiliki masalah internal di dalam rumah. Saya juga menghadapi banyak permasalahan internal keluarga termasuk salah satunya menghadapi perlakuan tidak baik saudara-saudara tiri saya. Saya iri dengan mereka yang setiap hari menelpon orang tuanya, bertanya kabar, bercerita, bercanda, bersenda gurau menghabiskan waktu bersama orang tua. Saya iri, dengan mereka yang sangat harmonis dengan keluarga sedarahnya, bertukar cerita, berbagi barang dan lain sebagainya. Tidak dengan saya 🙂

Cerita saya tidak hanya berakhir disini, ini hanya sebagian kisah paling menyakitkan yang selama ini memang tidak pernah diutarakan. Bagi saya, hidup itu terlalu keras, hidup itu sangat tidak mudah dijalani tetapi saya selalu percaya akan semangat dari dalam diri untuk menjadikan diri saya lebih baik dari mereka yang selama ini menghina saya, menjauhi saya, mencaci dan meremehkan saya.

Semua tempaan itu mampu membuat saya menjadi lebih dewasa dalam berpikir dan sudah banyak mengalami perubahan dalam tindakan. Semua perubahan itu butuh proses, jatuh, terluka, berdarah dan banyak yang pada akhirnya tak bisa bangkit. Cerita ini ditulis hanya untuk membagikan semangat. Semangat dalam menjalani kehidupan seberapapun pahitnya masa lalu yang sudah kita lewati. Tempaan-tempaan tersulit dalam hidup pada akhirnya akan menjadikan kita dewasa dan bisa berpikir lebih bijak dalam menjalani kehidupan. Perubahan itu hanya datang dari diri sendiri, semangat dan motivasi terkuat adalah diri sendiri.

Bertambah tua itu pasti menjadi dewasa dan bijak adalah pilihan. Mana pilihan kamu?

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s